![]() |
Warisan Tak
Ternilai: Manuskrip Samudera Pasai dan Peranannya dalam Sejarah Nusantara |
Manuskrip adalah dokumen yang ditulis tangan, sering kali
berasal dari masa sebelum penemuan mesin cetak. Istilah ini berasal dari bahasa
Latin "manuscriptum," yang berarti "ditulis dengan tangan,"
di mana "manus" berarti "tangan" dan "scriptus"
adalah bentuk lampau dari kata kerja "scribere," yang berarti
"menulis"
Secara lebih spesifik, manuskrip merujuk pada naskah kuno
yang memiliki nilai sejarah, budaya, atau ilmiah. Dokumen ini bisa berupa buku,
surat, catatan, atau karya tulis lainnya. Manuskrip tidak hanya terdiri dari
teks, tetapi juga dapat mencakup ilustrasi dan elemen dekoratif lainnya. Dalam
konteks modern, istilah ini juga digunakan untuk merujuk pada naskah asli dari
penulis atau komposer, meskipun naskah tersebut diketik.
Manuskrip memiliki peran penting dalam pelestarian warisan
budaya dan sejarah. Mereka memberikan informasi mengenai berbagai aspek
kehidupan masyarakat pada masa lalu, termasuk politik, ekonomi, dan budaya. Di
Indonesia, terdapat beberapa jenis manuskrip seperti manuskrip Islam, Jawi, dan
Pegon yang mencerminkan keragaman budaya.
Manuskrip dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa
kriteria:
Berdasarkan bentuk fisik salah satunya ialah, Gulungan
(Scroll) yaitu Dokumen panjang yang digulung. Sedangkan berdasarkan isi
atau topik ada Manuskrip Sejarah yaitu Kronik dan catatan perjalanan.
Salah satu manuskrip sejarah yang paling terkenal dari
Kesultanan Samudera Pasai adalah Hikayat Raja-Raja Pasai. Naskah
ini merupakan karya sastra sejarah yang penting dan dianggap sebagai salah satu
peninggalan tertua dari zaman Islam di Nusantara.
Hikayat Raja-Raja Pasai mengisahkan peristiwa-peristiwa yang
terjadi antara tahun 1250 hingga 1350 M, mencakup masa pemerintahan Raja Meurah
Silu, yang kemudian dikenal sebagai Sultan Malik as-Saleh setelah memeluk agama
Islam. Naskah ini memberikan gambaran tentang sejarah berdirinya Kesultanan
Samudera Pasai serta konflik dengan kerajaan Majapahit.
Meskipun tidak ada pembagian resmi dalam naskah tersebut, isi
Hikayat dapat dibagi menjadi enam bagian, di mana lima bagian pertama berfokus
pada sejarah Samudera Pasai, sementara bagian keenam membahas penaklukan
Nusantara oleh Patih Gajah Mada dari Majapahit.
Hikayat ini menjadi sumber utama bagi para sejarawan untuk
memahami dinamika politik dan sosial di kawasan tersebut selama periode awal
penyebaran Islam di Indonesia. Selain itu, naskah ini mencerminkan perkembangan
sastra Melayu klasik.
Hikayat ini menjadi sumber utama bagi para sejarawan untuk
memahami dinamika politik dan sosial di kawasan tersebut selama periode awal
penyebaran Islam di Indonesia. Selain itu, naskah ini mencerminkan perkembangan
sastra Melayu klasik. Hikayat ini dianggap sebagai salah satu sumber sejarah
utama yang mendokumentasikan asal-usul dan perkembangan Kesultanan Samudera
Pasai. Dengan menggambarkan peristiwa-peristiwa penting, seperti kedatangan
Islam dan penerimaan raja-raja terhadap agama tersebut, hikayat ini memberikan
konteks yang jelas mengenai transisi dari kekuasaan lokal ke kekuasaan Islam.
Sebagai karya sastra klasik, Hikayat Raja-Raja Pasai tidak
hanya berfungsi sebagai catatan sejarah tetapi juga sebagai warisan budaya yang
memperkaya khazanah sastra Melayu. Karya ini mengajak generasi masa kini untuk
merenungkan kembali nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh leluhur. Secara keseluruhan, Hikayat Raja-Raja
Pasai berkontribusi besar terhadap pemahaman sejarah Kesultanan Samudera Pasai
dengan memberikan wawasan tentang dinamika politik, sosial, dan budaya pada
masa itu serta peran pentingnya dalam penyebaran Islam di Indonesia.
Warisan Tak
Ternilai: Manuskrip Samudera Pasai dan Peranannya dalam Sejarah Nusantara
0 Response to "Warisan Tak Ternilai: Manuskrip Samudera Pasai dan Peranannya dalam Sejarah Nusantara"
Post a Comment