Data Pribadi Warga RI Dikelola AS – Bagian Kesepakatan Tarif Trump–Prabowo
Apakah data pribadi Anda kini berada di tangan Amerika Serikat? Inilah fakta mengejutkan: dalam pertemuan bersejarah antara Trump dan Prabowo, sebuah klausul baru memungkinkan pengelolaan data pribadi warga Indonesia oleh AS sebagai bagian dari kesepakatan tarif resiprokal. Bukan hanya soal tarif impor‑ekspor—komitmen ini membuka pintu bagi perusahaan Amerika untuk akses dan kelola data warga RI tanpa hambatan, mengubah paradigma keamanan digital nasional seketika.
Kritik keras mengemuka: praktisi siber seperti Ardi Sutedja menyebut kebijakan ini sebagai bentuk penyerahan data pribadi warga Indonesia dengan konsekuensi nasional yang belum pernah dialami sebelumnya. Bagaimana mungkin UU Perlindungan Data Pribadi RI sudah ditegakkan, tetapi perjanjian bilateral langsung melewati otoritas dalam negeri? Inilah intisari perdebatan hangat soal akses data warga RI oleh pihak asing, yang kini menjadi sorotan publik dan pengamat siber.
Isi Kesepakatan Trump–Prabowo Soal Data Pribadi
- Pengakuan Perlindungan Data Setara: Amerika Serikat kini dianggap memiliki sistem perlindungan data memadai, sehingga perusahaan teknologi AS dapat mengelola data warga RI.
- Kesepakatan Tarif Resiprokal: Pemerintah Indonesia sepakat pada tarif digital 19% dan membuka jalur ekspor-impor produk digital lebih longgar.
- Moratorium Bea Digital: Kedua negara mendukung pelonggaran bea untuk transaksi elektronik lintas negara di forum WTO.
- UU Perlindungan Data Terabaikan: Proses negosiasi ini disebut dilakukan tanpa koordinasi menyeluruh dengan pihak Kemenkominfo atau lembaga PDP.
Kritik Tajam: Keamanan Data Nasional Dipertaruhkan
Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja, menyatakan bahwa “data pribadi adalah komponen kunci dalam Keamanan dan Ketahanan Siber Nasional.” Ia menilai keputusan pemerintah membuka akses pengelolaan data ke AS sebagai bentuk pelemahan kedaulatan digital Indonesia.
Praktisi keamanan siber lainnya menekankan bahwa perjanjian ini berisiko membuka peluang kebocoran data besar-besaran, terutama karena sistem hukum AS dan Indonesia berbeda. Jika terjadi pelanggaran, pengguna RI bisa sulit menuntut perlindungan hukum secara efektif.
Risiko Kedaulatan Digital Indonesia
Jika data penduduk dikelola oleh perusahaan asing, maka kendali atas privasi, distribusi, dan penggunaan data berpotensi keluar dari tangan Indonesia. Bahkan jika data tersebut bersifat anonim, agregat atau non-personal, tetap bisa dimanfaatkan untuk analisis perilaku, ekonomi, atau bahkan politik.
Langkah ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah data pribadi warga RI kini telah menjadi komoditas global, atau alat negosiasi dagang dengan negara adidaya?
Apa Dampaknya untuk Masyarakat?
- Meningkatnya risiko pencurian dan penyalahgunaan data pribadi.
- Potensi eksploitasi data untuk kepentingan politik atau komersial di luar negeri.
- Kekhawatiran bahwa UU Perlindungan Data Pribadi hanya sebatas formalitas.
- Minimnya kontrol pengguna terhadap bagaimana data mereka disimpan dan diproses.
Sudah waktunya masyarakat Indonesia semakin kritis terhadap arah kebijakan data nasional. Jangan sampai data pribadi dijadikan alat tawar-menawar tanpa perlindungan yang jelas bagi pemiliknya sendiri.
0 Response to "Data Pribadi Warga RI Dikelola AS – Bagian Kesepakatan Tarif Trump–Prabowo"
Post a Comment