Dalam Islam Diwajibkan Bayar Zakat Fitrah
Taukah anda. Ternyata umat Islam itu selain di wajibkan berpuasa dalam bulan Ramadhan selama sebulan juga diwajibkan membayar zakat fitrah agar ibadah puasanya sempurna.
Zakat fitrah (zakat al-fitr) adalah zakat yang diwajibkan
atas setiap jiwa baik lelaki dan perempuan muslim yang dilakukan pada bulan
Ramadhan pada Idul Fitri.
Zakat fitrah wajib ditunaikan bagi setiap jiwa dari yang baru
lahir sampai dengan kakek kakek, dengan syarat beragama Islam, hidup pada saat
bulan Ramadhan, dan memiliki kelebihan rezeki atau kebutuhan pokok untuk malam
dan Hari Raya Idul Fitri. Besarannya adalah beras atau makanan pokok seberat
2,5 kg atau 3,5 liter per jiwa.
Setelah dikumpulkan pada panitia zakat fitrah yang ada dirumah
ibadah akan salurkan zakat fitrah dalam bentuk beras kepada mustahik (penerima
zakat) 8 asnaf, diantaranya termasuk keluarga rentan yang membutuhkan bantuan.
Sehingga pada saat hari raya umat islam tidak ada yang
kelaparan, semuanya bergembira.
Bayar zakat fitrah adalah perintah dari Allah SWT sang pencipta alam semesta.
Pengertian
Zakat
1.
Makna Zakat
Menurut Bahasa(lughat), zakat berarti : tumbuh; berkembang; kesuburan
atau bertambah (HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau
mensucikan (QS. At-Taubah : 10)
Menurut Hukum Islam (istilah syara’), zakat adalah
nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut
sifat-sifat yang tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu (Al
Mawardi dalam kitab Al Hawiy)
Selain itu, ada istilah shadaqah dan infaq, sebagian
ulama fiqh, mengatakan bahwa sadaqah wajib dinamakan zakat, sedang sadaqah
sunnah dinamakan infaq. Sebagian yang lain mengatakan infaq wajib dinamakan
zakat, sedangkan infaq sunnah dinamakan shadaqah.
2.
Penyebutan Zakat dan Infaq dalam Al Qur-an
dan As Sunnah
a.
Zakat (QS. Al Baqarah : 43)
b.
Shadaqah (QS. At Taubah : 104)
c.
Haq (QS. Al An’am : 141)
d.
Nafaqah (QS. At Taubah : 35)
e.
Al ‘Afuw (QS. Al A’raf : 199)
3.
Hukum Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi
tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu)
atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk
dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur
secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah, sekaligus merupakan
amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan ummat manusia.
4.
Macam-macam Zakat
a. Zakat Nafs (jiwa), juga disebut zakat fitrah.
b. Zakat Maal (harta).
5.
Syarat-syarat Wajib Zakat
a. Muslim
b. Aqil
c. Baligh
d. Memiliki harta yang mencapai nishab
Zakat Maal
- Pengertian
Maal (harta)
- Menurut
bahasa (lughat), harta adalah segala sesuatu yang diinginkan
sekali sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya
- Menurut
syar’a, harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki (dikuasai)
dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut ghalibnya (lazim).
sesuatu dapat disebut dengan maal (harta) apabila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu: - Dapat
dimiliki, disimpan, dihimpun, dikuasai
- Dapat
diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya. Misalnya rumah,
mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dll.
- Syarat-syarat
Kekayaan yang Wajib di Zakati
- Milik Penuh (Almilkuttam)
Yaitu : harta tersebut berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut syariat islam, seperti : usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dan cara-cara yang sah. Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram, maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan dari tugasnya dengan cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya. - Berkembang
Yaitu : harta tersebut dapat bertambah atau berkembang bila diusahakan atau mempunyai potensi untuk berkembang. - Cukup Nishab
Artinya harta tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara’. sedangkan harta yang tidak sampai nishabnya terbebas dari Zakat - Lebih Dari Kebutuhan Pokok (Alhajatul Ashliyah)
Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarga yang menjadi tanggungannya, untuk kelangsungan hidupnya. Artinya apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi yang bersangkutan tidak dapat hidup layak. Kebutuhan tersebut seperti kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum (KHM), misal, belanja sehari-hari, pakaian, rumah, kesehatan, pendidikan, dsb. - Bebas Dari hutang
Orang yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi senishab yang harus dibayar pada waktu yang sama (dengan waktu mengeluarkan zakat), maka harta tersebut terbebas dari zakat. - Berlalu Satu Tahun (Al-Haul)
Maksudnya adalah bahwa pemilikan harta tersebut sudah belalu satu tahun. Persyaratan ini hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedang hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul. - Harta(maal)
yang Wajib di Zakati
- Binatang Ternak
Hewan ternak meliputi hewan besar (unta, sapi, kerbau), hewan kecil (kambing, domba) dan unggas (ayam, itik, burung). - Emas Dan Perak
Emas dan perak merupakan logam mulia yang selain merupakan tambang elok, juga sering dijadikan perhiasan. Emas dan perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu ke waktu. Islam memandang emas dan perak sebagai harta yang (potensial) berkembang. Oleh karena syara’ mewajibkan zakat atas keduanya, baik berupa uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau yang lain.
Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk kedalam kategori emas dan perak. sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak.
Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti rumah, villa, kendaraan, tanah, dll. Yang melebihi keperluan menurut syara’ atau dibeli/dibangun dengan tujuan menyimpan uang dan sewaktu-waktu dapat di uangkan. Pada emas dan perak atau lainnya yang berbentuk perhiasan, asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan zakat atas barang-barang tersebut. - Harta Perniagaan
Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dll. Perniagaan tersebut di usahakan secara perorangan atau perserikatan seperti CV, PT, Koperasi, dsb. - Hasil Pertanian
Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dll. - Ma-din dan Kekayaan Laut
Ma’din (hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat di dalam perut bumi dan memiliki nilai ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga, marmer, giok, minyak bumi, batu-bara, dll. Kekayaan laut adalah segala sesuatu yang dieksploitasi dari laut seperti mutiara, ambar, marjan, dll. - Rikaz
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya.
Nishab dan Kadar Zakat
- HARTA
PETERNAKAN
- Sapi,
Kerbau dan Kuda
Nishab kerbau dan kuda disetarakan dengan nishab sapi yaitu 30 ekor. Artinya jika seseorang telah memiliki sapi (kerbau/kuda), maka ia telah terkena wajib zakat.
Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan
oleh At Tarmidzi dan Abu Dawud dari Muadz bin Jabbal RA, maka dapat dibuat
tabel sbb :
Jumlah Ternak(ekor) |
Zakat |
30-39 |
1 ekor sapi jantan/betina tabi’ (a) |
Keterangan :
a. Sapi berumur 1 tahun, masuk tahun ke-2
b. Sapi berumur 2 tahun, masuk tahun ke-3
Selanjutnya setiap jumlah itu bertambah 30 ekor, zakatnya
bertambah 1 ekor tabi’. Dan jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor,
zakatnya bertambah 1 ekor musinnah.
- Kambing/domba
Nishab kambing/domba adalah 40 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 40 ekor kambing/domba maka ia telah terkena wajib zakat.
Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhori dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sbb :
Jumlah Ternak(ekor) |
Zakat |
40-120 |
1 ekor kambing (2th) atau domba (1th) |
Selanjutnya, setiap jumlah itu bertambah 100
ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor.
- Ternak
Unggas(ayam,bebek,burung,dll) dan Perikanan
Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak diterapkan berdasarkan jumlah (ekor), sebagaimana halnya sapi, dan kambing. Tapi dihitung berdasarkan skala usaha.
Nishab ternak unggas dan perikanan adalah setara dengan
20 Dinar (1 Dinar = 4,25 gram emas murni) atau sama dengan 85 gram emas.
Artinya bila seorang beternak unggas atau perikanan, dan pada akhir tahun
(tutup buku) ia memiliki kekayaan yang berupa modal kerja dan keuntungan lebih
besar atau setara dengan 85 gram emas murni, maka ia terkena kewajiban zakat
sebesar 2,5 %
Contoh :
Seorang peternak ayam broiler memelihara 1000 ekor ayam perminggu, pada akhir
tahun (tutup buku) terdapat laporan keuangan sbb:
|
Rp 15.000.000 |
Jumlah |
Rp 31.000.000 |
|
Rp 5.000.000 |
Saldo |
Rp26.000.000 |
Besar Zakat = 2,5 % x Rp.26.000.000,- = Rp 650.000
Catatan :
§
Kandang dan alat peternakan tidak
diperhitungkan sebagai harta yang wajib dizakati.
§
Nishab besarnya 85 gram emas murni, jika @ Rp
25.000,00 maka 85 x Rp 25.000,00 = Rp 2.125.000,00
- Unta
Nishab unta adalah 5 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 5 ekor unta maka ia terkena kewajiban zakat. Selanjtnya zakat itu bertambah, jika jumlah unta yang dimilikinya juga bertambah
Berdasarkan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sbb:
Jumlah(ekor) |
Zakat |
5-9 |
1 ekor kambing/domba (a) |
Keterangan:
(a) Kambing berumur 2 tahun
atau lebih, atau domba berumur satu tahun atau lebih.
(b) Unta betina umur 1 tahun,
masuk tahun ke-2
(c) Unta betina umur 2 tahun,
masuk tahun ke-3
(d) Unta betina umur 3 tahun,
masuk tahun ke-4
(e) Unta betina umur 4 tahun,
masuk tahun ke-5
Selanjutnya, jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor
maka zakatnya bertambah 1 ekor bintu Labun, dan setiap jumlah itu bertambah 50
ekor, zakatnya bertambah 1 ekor Hiqah.
- EMAS DAN PERAK
Nishab emas adalah 20 dinar (85 gram emas
murni) dan perak adalah 200 dirham (setara 672 gram perak). Artinya bila
seseorang telah memiliki emas sebesar 20 dinar atau perak 200 dirham dan sudah
setahun, maka ia telah terkena wajib zakat, yakni sebesar 2,5 %.
Demikian juga segala macam jenis harta yang merupakan
harta simpanan dan dapat dikategorikan dalam “emas dan perak”, seperti uang
tunai, tabungan, cek, saham, surat berharga ataupun yang lainnya. Maka nishab
dan zakatnya sama dengan ketentuan emas dan perak, artinya jika seseorang
memiliki bermacam-macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih besar atau
sama dengan nishab (85 gram emas) maka ia telah terkena wajib zakat (2,5 %).
Contoh :
Seseorang memiliki simpanan harta sebagai berikut :
Tabungan |
Rp 5 juta |
Perhiasan emas atau yang lain tidak wajib dizakati
kecuali selebihnya dari jumlah maksimal perhiasan yang layak dipakai. Jika
layaknya seseorang memakai perhiasan maksimal 60 gram maka yang wajib dizakati
hanyalah perhiasan yang selebihnya dari 60 gram.
Dengan demikian jumlah harta orang tersebut, sbb :
1.Tabungan |
Rp 5.000.000 |
Jumlah |
Rp 8.000.000 |
Utang |
Rp 1.500.000 |
Saldo |
Rp 6.500.000 |
Besar zakat = 2,5% x Rp 6.500.000 = Rp 163.500,-
Catatan :
Perhitungan harta yang wajib dizakati dilakukan setiap tahun pada bulan yang
sama.
- PERNIAGAAN
Harta perniagaan, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri, agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha (seperti PT, CV, Yayasan, Koperasi, Dll) nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan 85gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja danuntung) lebih besar atau setara dengan 85 gram emas (jika pergram Rp 25.000,- = Rp 2.125.000,-), maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 %
Pada badan usaha yang berbentuk syirkah (kerjasama), maka
jika semua anggota syirkah beragama islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum
dibagikan kepada pihak-pihak yang bersyirkah. Tetapi jika anggota syirkah
terdapat orang yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota
syirkah muslim saja (apabila julahnya lebih dari nishab)
Cara menghitung zakat :
Kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak akan lepas dari salah satu atau lebih
dari tiga bentuk di bawah ini :
- Kekayaan dalam bentuk barang
- Uang tunai
- Piutang
Maka yang dimaksud dengan harta perniagaan yang wajib
dizakati adalah yang harus dibayar (jatuh tempo) dan pajak.
Contoh :
Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku per Januari tahun 1995 dengan keadaan
sbb :
1.Mebel belum terjual 5 set |
Rp 10.000.000 |
Jumlah |
Rp 27.000.000 |
Utang & Pajak |
Rp 7.000.000 |
Saldo |
Rp 20.000.000 |
Besar zakat = 2,5 % x Rp 20.000.000,- = Rp
500.000,-
Pada harta perniagaan, modal investasi yang
berupa tanah dan bangunan atau lemari, etalase pada toko, dll, tidak termasuk
harta yang wajib dizakati sebab termasuk kedalam kategori barang tetap (tidak
berkembang)
Usaha yang bergerak dibidang jasa, seperti perhotelan,
penyewaan apartemen, taksi, renal mobil, bus/truk, kapal laut, pesawat udara,
dll, kemudian dikeluarkan zakatnya dapat dipilih diantara 2(dua) cara:
- Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), seluruh
harta kekayaan perusahaan dihitung, termasuk barang (harta) penghasil
jasa, seperti hotel, taksi, kapal, dll, kemudian keluarkan zakatnya 2,5
%.
- Pada Perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya
dihitung dari hasil bersih yang diperoleh usaha tersebut selama satu
tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%. Hal ini diqiyaskan dengan
perhitungan zakat hasil pertanian, dimana perhitungan zakatnya hanya
didasarkan pada hasil pertaniannya, tidak dihitung harga tanahnya.
4.
HASIL PERTANIAN
Nishab hasil pertanian adalah 5 wasq atau
setara dengan 750 kg. Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti
beras, jagung, gandum, kurma, dll, maka nishabnya adalah 750 kg dari hasil
pertanian tersebut.
Tetapi jika hasil pertanian itu selain
makanan pokok, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga, dll, maka
nishabnya disetarakan dengan harga nishab dari makanan pokok yang paling umum
di daerah (negeri) tersebut (di negeri kita = beras).
Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila
diairi dengan air hujan, atau sungai/mata/air, maka 10%, apabila diairi dengan
cara disiram / irigasi (ada biaya tambahan) maka zakatnya 5%.
Dari ketentuan ini dapat dipahami bahwa pada
tanaman yang disirami zakatnya 5%. Artinya 5% yang lainnya didistribusikan
untuk biaya pengairan. Imam Az Zarqoni berpendapat bahwa apabila pengolahan
lahan pertanian diairidengan air hujan (sungai) dan disirami (irigasi) dengan
perbandingan 50;50, maka kadar zakatnya 7,5% (3/4 dari 1/10).
Pada sistem pertanian saat ini, biaya tidak
sekedar air, akan tetapi ada biaya lain seperti pupuk, insektisida, dll. Maka
untuk mempermudah perhitungan zakatnya, biaya pupuk, intektisida dan sebagainya
diambil dari hasil panen, kemudian sisanya (apabila lebih dari nishab)
dikeluarkan zakatnya 10% atau 5% (tergantung sistem pengairannya).
Zakat
Profesi
Dasar Hukum
Firman Allah SWT:
dan pada harta-harta mereka ada hak untuk
oramng miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak dapat bagian
(QS. Adz Dzariyat:19)
Firman Allah SWT:
Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik. (QS Al Baqarah 267)
Hadist Nabi SAW:
Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu (HR.
AL Bazar dan Baehaqi)
Hasil Profesi
Hasil profesi (pegawai negeri/swasta,
konsultan, dokter, notaris, dll) merupakan sumber pendapatan (kasab)
yang tidak banyak dikenal di masa salaf (generasi terdahulu), oleh
karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khusunya yang berkaitan dengan
“zakat”. Lain halnya dengan bentuk kasab yang lebih populer saat itu, seperti
pertanian, peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat
memadai dan detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapatkan dari
hasil profesi tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada hakekatnya adalah
pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada
orang-orang miskin diantra mereka (sesuai dengan ketentuan syara’). Dengan
demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya ia menjadi kaya, maka wajib
atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan
hidup (dan keluarganya), maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat).
Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau
lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud
adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan
untuk menjalankan profesinya.
Zakat profesi memang tidak dikenal dalam
khasanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat
dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil
profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib
baginya untuk menunaikan zakat
Contoh:
Akbar adalah seorang karyawan swasta yang
berdomisili di kota Bogor, memiliki seorang istri dan 2 orang anak.
Penghasilan bersih perbulan Rp. 1.500.000,-.
Bila kebutuhan pokok keluarga tersebut kurang lebih Rp.625.000 per bulan maka
kelebihan dari penghasilannya = (1.500.000 - 625.000) = Rp. 975.000 perbulan.
Apabila saldo rata-rata perbulan 975.000 maka jumlah kekayaan yang dapat
dikumpulkan dalam kurun waktu satu tahun adalah Rp. 11.700.00 (lebih dari
nishab).
Dengan demikian Akbar berkewajiban membayar zakat sebesar 2.5% dari saldo.
Dalam hal ini zakat dapat dibayarkan setiap bulan sebesar 2.5% dari saldo
bulanan atau 2.5 % dari saldo tahunan.
Harta Lain-lain
- Saham
dan Obligasi
Pada hakekatnya baik saham maupun obligasi (juga sertifikat Bank) merupakan suatu bentuk penyimpanan harta yang potensial berkembang. Oleh karenannya masuk ke dalam kategori harta yang wajib dizakati, apabila telah mencapai nishabnya. Zakatnya sebesar 2.5% dari nilai kumulatif riil bukan nilai nominal yang tertulis pada saham atau obligasi tersebut, dan zakat itu dibayarkan setiap tahun.
Contoh:
Nyonya Salamah memiliki 500.000 lembar saham PT. ABDI
ILAHI, harga nominal Rp.5.000/Lembar. Pada akhir tahun buku tiap lembar
mendapat deviden Rp.300,- |
|
- Undian
dan kuis berhadiah
Harta yang diperoleh dari hasil undian atau
kuis berhadiah merupakan salah satu sebab dari kepemilikan harta yang
diidentikkan dengan harta temuan (rikaz). Oleh sebab itu jika hasil tersebut
memenuhi kriteria zakat, maa wajib dizakati sebasar 20% (1/5)
Contoh:
Fitri memenangkan kuis berhadiah TEBAK OLIMPIADE berupa
mobil sedan seharga Rp.52.000.000,- dengan pajak undian 20% ditanggung
pemenang. |
|
- Hasil
penjualan rumah (properti) atau penggusuran
Harta yang diperoleh dari hasil penjualan rumah
(properti) atau penggusuran, dapat dikategorikan dalam dua macam:
- Penjualan rumah yang disebabkan karena kebutuhan, termasuk
penggusuran secara terpaksa, maka hasil penjualan (penggusurannya) lebih
dulu dipergunakan untuk memenuhi apa yang dibutuhkannya. Apabila hasil
penjualan (penggusuran) dikurangi harta yang dibutuhkan jumlahnya masih
melampaui nishab maka ia berkewajiban zakat sebesar 2.5% dari kelebihan harta
tersebut.
Contoh:
Pak Ahmad terpaksa menjual rumah dan pekarangannya yang
terletak di sebuah jalan protokol, di Jakarta, sebab ia tak mampu membayar
pajaknya. Dari hasil penjualan Rp.150.000.000,- ia bermaksud untuk membangun
rumah di pinggiran kota dan diperkirakan akan menghabiskan anggaran
Rp.90.000.000,- selebihnya akan ditabung untuk bekal hari tua. |
|
2.
Penjualan rumah (properti) yang tidak
didasarkan pada kebutuhan maka ia wajib membayar zakat sebesar 2.5% dari hasil
penjualannya.
Al-Qur'an
- 2:261
Permisalan orang-orang
yang meng-infaq-kan hartanya di jalan Allah
seperti permisalan, sebutir
benih menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai seratus biji
Dan Allah melipat
gandakan (pahala) bagi
siapa yang Dia
kehendaki.
Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya)
lagi Maha
Mengetahui.
~ o 0 o ~
Al-Qur'an 2:245
Siapakah yang
mau memberi pinjaman kepada Allah,
pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat
ganda yang banyak. Dan Allah
menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan.
~ o 0 o ~
Al-Qur'an 2:262
Orang-orang yang menafkahkan hartanya
di jalan Allah, kemudian mereka tidak
mengiringi apa yang dinafkahkannya itu
dengan menyebut-nyebut pemberiannya
dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan
mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih
hati.
~ o 0 o ~
Al-Qur'an 2:264
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu
menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya
dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan
hartanya karena ria kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya
ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih
(tidak bertanah). Mereka tidak menguasai
sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir.
~ o 0 o ~
Al-Qur'an 2:274
Orang-orang yang menafkahkan hartanya
di malam dan di siang hari secara tersembunyi maupun terang-terangan,
maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tidak bersedih
hati.
~ o 0 o ~
Al-Qur'an 3:92
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya
Allah mengetahuinya.
~ o 0 o ~
Al-Qur'an 3:133-134
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk
orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya),
baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang
yang berbuat kebajikan.
~ o 0 o ~
Maha Benar ALLAH
Yang Maha Mulia dengan segala Firman-NYA Fastabiqul khairats!
Wassalaamu 'alaikum Wr.Wb.
ZAKAT
Assalaamu
'alaikum Wr.Wb., Bismillaah wal Hamdulillaah,
Seandainya
malaikat pembagi rezeki bertanya kepada seseorang dari kita, “Maukah Anda saya
beri 10 juta rupiah dengan syarat Anda
akan mengeluarkan 5 % (yakni 500 ribu rupiah) untuk zakat dan
sedekahnya? Atau saya beri Anda seratus juta rupiah dengan syarat Anda
Mengeluarkan 10 % (yakni sepuluh juta rupiah)
untuk zakat dan sedekahnya? Atau saya beri Anda seribu juta rupiah (1 milyar)
dengan syarat Anda mengeluarkan 20 % (yakni 200 juta rupiah) untuk zakat dan sedekahnya?”
Sudah
barang tentu kita akan memilih tawaran yang
terakhir. Bukankah dengan membayar zakat dan sedekahnya sebanyak 200 juta rupiah sekalipun, kita
masih memiliki 800 juta rupiah, jauh di
atas tawaran pertama dan kedua? Dan sudah barang tentu kita akan mengeluarkan
kewajiban kita itu tetap dengan hati senang dan wajah gembira. Sayangnya, malaikat tidak mengambil janji itu
sebelum memberi kita rezeki yang berlimpah. Sehingga, jika kita memiliki kekayaan
senilai 10 juta, atau 100 juta, atau 1 Milyar, lalu diminta mengeluarkan 5 %,
atau 10 %, apalagi 20 % -nya, kita akan
merasa seolah-olah hati kita akan tercopot dari tempatnya!
“Uangku
sebanyak itu harus kuberikan kepada orang lain? Padahal aku sudah bersusah
payah, dan dengan segala kepintaranku, berhasil mengumpulkan kekayaanku ini?!”
begitu kata (setan di) hati kita. Lalu kita akan membuat beberapa dalih dan
alasan: ekonomi sedang lesu, atau pasaran sepi, atau keuntungan makin menipis,
atau keperluan keluarga makin membengkak, dsb. dsb. dsb. Maka berdo’alah agar syaithan tidak
membisik-bisikkan hal yang jahat di pikiran dan hati kita:
“Rabbi..... a’udzu bika min hamazatisy
syayathiin.... wa a’udzu bika Rabbi ay yadh dhuruun.” “Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Mu dari
semua bisikan syaithan, dan ku berlindung kepadaMu jangan sampai mereka hadir
mendekatiku”. Al Mu’minuun Surat
23: ayat 97-98.
Mengapa
pandangan kita hanya tertuju kepada yang 5 % atau 10 % atau 20 % yang kita anggap uang ‘hilang‘?
Mengapa kita tidak melihat ke arah
kekayaan kita yang masih tertinggal, yang jumlahnya jauh lebih besar? Bahkan
zakat dan sedekah kita itu sebetulnya tidak hilang. Justru itulah yang tetap milik kita, tersimpan rapi
di sisi Allah Swt. (kalau kita benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir). Mengapa kita tidak bersyukur karena
Allah SWT masih mempercayai kita
mengelola sejumlah kekayaan yang begitu besar? Apa sih keistimewaan kita
sehingga Allah melapangkan rezeki kita di saat banyak orang di sekeliling kita
sedang menderita kelaparan dan kemiskinan?
Apakah
kita tidak takut bahwa kekayaan kita itu dengan mudahnya dapat dicabut kembali
oleh Sang Pemberi, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu? Atau kita atau anggota
keluarga diuji oleh-Nya dengan penyakit tertentu sehingga kita tidak dapat lagi
menikmati kekayaan itu? (Na‘udzu bil-Llah min dzalik!)
Jangan
lagi beralasan sepinya pasar atau kurangnya keuntungan, atau banyaknya
keperluan keluarga, gaji tidak cukup. Penghasilan / gaji / pendapatan / keuntungan,
tidak akan pernah cukup bagi kita, selalu ada yang harus dibayar, selalu
kurang.
Zakat dan
sedekah itu diambil dari keseluruhan harta kita, bukan dari laba perdagangan,
sehingga tidak ada kaitannya dengan pasar sepi dan sebagainya. Zakat dan sedekah
itu adalah manifestasi rasa syukur kita kepada Dia (Allah) yang telah memberi
kita rezeki. Justru dengan mengeluarkannya, insya Allah harta kita makin berkah
jadinya.
Satu-satunya
ayat yang difirmankan Allah yang menjelaskan besarnya bagian zakat yang bukan
rezeki kita, meskipun masuknya ke dalam rezeki kita adalah di dalam Surah Al
Anfal (8) ayat: 41:
“Ketahuilah:
bahwa apa yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka seperlimanya
untuk Allah dan rasulNya, untuk kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, orang orang musafir dan ibnu sabil.
Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah, dan kepada apa yang KAMI
turunkan kepada hambaKu (Muhammad) pada hari Furqan. Yaitu pada hari berhadapannya pasukan Islam
melawan pasukan kafir. Dan Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu” (VIII:41).
Sebagian
besar menginterpretasikan rampasan perang, karena tidak ada rampasan perang
lagi, dan hadits Rasulullah mengijinkan petani untuk berzakat 10% dari
penghasilan padi, gandum, jagung dan apa yang kita tanam, membuat banyak
interpretasi untuk berzakat hanya 2,5%.
Coba tanya hati kita yang paling dalam, apabila petani saja 10%, masakan
kita 2.5%, kemudian mana yang diikuti, Firman Allah, atau pendapat Ulama yang
2.5%. Kita kembalikan saja kepada diri
kita sendiri, dan terserah bagi yang mau menjalankan 2.5% atau 20% (seperlima
bagian).
Mari
mengulurkan tangan kita dengan niat tulus, hati lapang dan wajah ceria kepada para teman kita yang sangat memerlukan
zakat dan sedekah kita. Atau kepada para tetangga yang tidak mampu membiayai
pendidikan anak-anak mereka, sementara kita memanggil guru-guru yang hebat
pandai untuk memberikan pelajaran tambahan bagi anak-anak kita di rumah. Atau
kepada para penghuni gubuk-gubuk reot di
pedalaman kampung atau di pinggir kali. Atau kepada para pemulung yang
mengais-ngais sisa makanan di antara sampah dan kotoran. Atau kepada anak-anak
yatim yang mungkin terpaksa menjadi anak-anak jalanan. Atau kepada para janda
yang dicerai atau ditinggal mati suaminya dan kini hidup serba kekurangan.
Mereka dan orang-orang seperti mereka adalah termasuk ‘orang-orang yang hancur
hatinya‘, sebagaimana dalam sebuah hadis Qudsi: Firman Allah yang
diterjemahkan atau disampaikan dengan kata-kata Rasulullah sendiri.
‘Carilah
Aku (Allah) di antara orang-orang yang hancur hatinya!‘
Sungguh
tidak akan diridhai Allah, orang yang membiarkan tetangganya dan
kerabat-kerabatnya tidak punya uang untuk membayar sekolah, kuliah, apalagi
makan, cintailah anak-anak yatim, rengkuhlah orang-orang miskin, jangan pernah
menolak pengemis, meskipun kita tahu mereka diorganisir untuk sesuatu tujuan
tertentu. Jangan pernah tolak orang
meminta.
Percayalah
rezeki kita pasti akan ada terus dan berlimpah seperti janji Allah dalam surat
Hud (surat 11) ayat 6: “Dan tiada sesuatu
binatang yang melata di atas bumi melainkan Allah yang menjamin rizkinya, dan
mengetahui tempatnya berada dan tempat simpanannya. Semua tertulis didalam kitab Lauhul Mahfudz
yang nyata”.
Allah
berjanji akan mengganti semua yang kita keluarkan 700X lipat seperti firmanNya
di dalam Surat Al-Baqarah (Surat 2) ayat: 261:
“Perumpamaan orang yang mendermakan hartanya untuk menegakkan agama
Allah adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, tiap tangkai
mengandung seratus biji. Allah melipatgandakan
kebaikan bagi siapa yang dikehendaki-NYA.
Dan Allah Maha Luas karunia NYA lagi Maha Mengetahui”
dilanjutkan
ayat 262:
“Orang yang mendermakan
hartanya untuk menegakkan agama Allah, kemudian sedekahnya itu tidak disertai
menyebut-nyebut pemberiannya atau menyakiti perasaan, mereka mendapat pahala di
sisi Allah, dan mereka tidak khawatir, dan mereka juga tidak bersedih hati.”
Contohlah
Rasulullah S.A.W. yang tidak mempunyai apa-apa kecuali baju dan Pedang
Zulfikarnya, atau Ali r.a. Karamallahu Wajhah, sedangkan untuk mas kawinnya
kepada Fatimah, ia hanya mengandalkan baju zirrahnya (baju besi) dan sebuah cincin besi – itupun karena beliau
telah ditanya oleh Rasulullah sendiri yang berkehendak mengawinkannya dengan
putrinya. Atau contoh Umar r.a. Khalifah
ke 3, beliau berzakat sampai 80% karena beliau berasal dari keluarga yang kaya
raya dan hartanya berlimpah, karena beliau menganggap dirinya telah cukup
dianugerahi Allah.
“Tidak semata-mata Aku
ciptakan Jin dan Manusia, kecuali supaya beribadah kepada-Ku” (QS Adz-Dzariyat: 56)
Perbedaan
pendapat adalah Hikmah, tidak seharusnya membuat kita berselisih (Al Kaafirun)
– lakum
dinukum waliyaddiin (bagimu adalah agamamu (penafsiranmu) dan bagiku
adalah agamaku (penafsiranku).
Al-Qur'an
2:261-
Permisalan orang-orang
yang meng-infaq-kan hartanya di jalan Allah
seperti
permisalan, sebutir
benih menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai seratus biji
Dan Allah melipat
gandakan (pahala) bagi
siapa yang Dia
kehendaki.
Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya)
lagi Maha
Mengetahui.
Al-Qur'an
2:245
Siapakah yang mau memberi pinjaman
kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan
hartanya di jalan Allah), maka Allah
akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan
(rezeki) dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan.
Al-Qur'an
2:262
Orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah,
kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si
penerima), mereka memperoleh pahala
di sisi Tuhan mereka. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.
Al-Qur'an
2:264
Hai orang-orang
beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena ria kepada
manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan
orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu
ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa
yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
kafir.
Al-Qur'an
2:274
Orang-orang yang
menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi
maupun terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan
mereka tidak bersedih hati.
Al-Qur'an
3:92
Kamu sekali-kali
tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka
sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Al-Qur'an
3:133-134
Dan bersegeralah
kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun
sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan
kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Maha Benar ALLAH Yang Maha Mulia dengan
segala Firman-NYA Fastabiqul khairats! Wassalaamu 'alaikum Wr.Wb.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Di-dalam beragama syariat harus ditegakkan dengan hujjah yaitu berlandaskan
dalil shahih, kaidah (cara) Islam dalam mengambil dalil yaitu:
1.
Al-Qur’an
2.
As-Sunnah
3.
Ijma para sahabat
4.
Qiyas
Al-Qur’an adalah Kitabullah, landasan hukum paling
tertinggi dan harus ditafsirkan dengan As-Sunnah (hadits Shahih, Hasan). Tidak
boleh menggunakan Hadits yang sudah ditetapkan derajatnya Dhaif apalagi palsu
dan tidak ada asal-usulnya oleh para ulama ahli Hadits. Al-Qur’an dan Hadits
shahih selamanya tidak akan bertentangan. Kita tidak boleh menggunakan ayat
Al-Qur’an saja (secara mutlak untuk ayat yang bersifat umum) tanpa ada
penjelasan, Sunnah-lah yang menjelaskan, misalnya perintah Shalat dalam
Al-Qur’an, dengan As-Sunnah kita tahu bagaimana cara mengerjakan Shalat sesuai
contoh dari Rasulullah, Subuh 2 rakaat, Maghrib 3 rakaat, dst.
Contoh lainnya,
(14:4)
Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan
bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.
Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada
siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha
Bijaksana. (QS Ibrahim:4).
Ayat di
atas telah di salah tafsirkan oleh seorang
dan pengikutnya (di Jawa Timur), mereka shalat dengan menggunakan bahasa
Indonesia, padahal ayat tersebut menerangkan bahwa dalam menyampaikan dakwah
boleh mengggunakan bahasa kaummnya yang mudah dipahami, bukan shalat
menggunakan bahasa kita masing-masing karena Rasulullah bersabda “Shallu kama ra
aitumuu nii u shalii” (“Shalatlah kamu sekalian sebagaimana kalian melihat aku
shalat”) – (HR. Bukhari , Muslim dan Ahmad).
Selanjutnya kaidah kita dalam mengambil/menggunakan dalil
adalah dengan Ijma para sahabat, generasi/umat terbaik dari Islam. Selanjutnya
dengan Qiyas, Qiyas akan batal selama sudah ada nash jelas.
Persoalan dengan zakat harta termasuk dengan adanya zakat
profesi, berikut sedikitnya saya nukilkan tulisan berikut,
Allah mengancam keras terhadap orang yang meninggalkan
zakat dengan firman-Nya:
(3:180)
Sekali-kali janganlah
orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari
karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya
kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan
dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala
warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (QS Ali Imran:180)
Syarat wajib mengeluarkan zakat:
1.
Islam
2.
Merdeka
3.
Berakal dan Baligh
4.
Memiliki Nishab
Untuk urutan 1-3, Insya Allah kita sudah mengetahuinya.
Untuk no. 4, Makna Nishab disini ialah ukuran atau batas terendah yang telah
ditetapkan oleh syar’i (agama) untuk menjadi pedoman menentukan kewajiban
mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai pada ukuran
tersebut (1).
(2:219)
Mereka bertanya
kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat
dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar
dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir, (QS
Al-Baqarah:219)
Makna al afwu adalah harta
yang telah melebihi kebutuhan, oleh karena itu, Islam menetapkan Nishab sebagai ukuran
kekayaan seseorang (2).
1).
Lihat Syarh Al Mumti ‘Ala Zzaad Al Mustaqni, karya Syaikh Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin 6/20.
2).
Lihat Al Zakat Wa Tanmiyat Al Mujtama, karya Al Sayyid Ahmad Al Makhzanji,
hal 119.
Adapun syarat Nishab:
1.
Harta tsb. diluar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seseorang, seperti
makanan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, alat yang dipergunakan untuk mata
pencarian, jadi harta kita dikeluarkan zakatnya bila sudah dipotong biaya
kebutuhan hidup/nafkah dan sama dengan atau melebihi nishabnya, kalau setelah
dikeluarkan untuk biaya hidup masih kurang nishabnya maka seseorang tidak wajib
berzakat. Dalilnya Al-Baqarah 219 seperti tertulis di atas dan dalil dari
Hadits berikut:
Dari Ali bin Abi Thalib,
Sesungguhnya Rasulullah
Ukuran 1 dinar setara dengan 4,25 gr emas. Jadi 20 dinar
setara dengan 85 gr emas murni. Misalnya seseorang memiliki harta yang disimpan
setara dengan 85 gr emas atau lebih, maka wajib zakat jika telah sampai haulnya
sebesar 2,5% dari jumlah harta tersebut.
Demikian dengan ketentuan Nishab dari Zakat lainnya
(Zakat Ternak, Pertanian, dsb), dikeluarkan dengan ketentuan syariat dari
hadits shahih lainnya.
2.
Harta yang akan dizakati telah berjalan selama satu tahun (haul) terhitung
dari kepemilikan nishab, dengan dalil hadits:
Rasulullah bersabda
Cara menghitung Nishab terjadi perbedaan pendapat. Yaitu
masalah, apakah yang dilihat nishab selama 1 tahun atau yang dilihat pada awal
dan akhir tahun saja ?,
Imam Nawawi berkata, “Menurut mazdhab kami (Syafi’i),
mazdhab Malik, Ahmad, dan Jumhur adalah disyaratkan pada harta yang wajib dikeluarkan zakatnya
berpedoman pada hitungan haul (selama satu tahun), sehingga kalau nishab
tersebut berkurang pada satu ketika dari haul, maka terputusnya hitungan haul.
Dan kalau sempurna lagi setelah itu, maka dimulai perhitungan lagi ketika
sempurna nishab tersebut. Inilah pendapat yang lebih rajih. (Dinukil dari Fiqih
Sunnah karya Sayyid Sabiq 1/468).
Maraknya pemikiran adanya zakat profesi yang kini
berkembang, kiranya menjadi persoalan dan tanda tanya besar bagi kalangan
sebagian para pekerja profesional. Di berbagai institusi , zakat profesi ini
sudah diberlakukan. Berikut saya
tuliskan sebagian fatwa:
Soal:
Berkaitan dengan pertanyaan tentang zakat gaji pegawai.
Apakah zakat itu wajib ketika gaji itu diterima atau ketika sudah berlangsung
haul (satu tahun) ?
Jawab:
Bukanlah hal yang meragukan, bahwa diantar jenis harta
yang wajib dizakati ialah dua mata uang (emas dan perak). Dan diantara syarat
wajibnya zakat pada jenis-jenis harta semacam itu ialah bila sudah sempurna
mencapai haul. Atas dasar ini, uang yang diperoleh dari gaji pegawai yang
mencapai nishab, baik jumlah gaji itu sendiri ataupun dari hasil gabungan
uangnya yang lain, sementara sudah mencapai haul, maka wajib dizakatkan.
Zakat gaji ini tidak dapat diqiyaskan dengan zakat
hasil bumi. Sebab persyaratan haul tentang wajib zakat bagi dua mata uang
merupakan persyaratan yang jelas berdasarkan nash. Apabila sudah ada nash, maka
tidak ada qiyas. Berdasarkan itu, maka tidak wajib zakat bagi uang gaji pegawai
sebelum memenuhi haul.
(Fatwa no. 1360, Lajnah Da’imah Li Al Buhuts Al Ilmiyah
wal Al Ifta’ <Lembaga Ulama Untuk Kajian Ilmiah dan Fatwa, Ketua: Syaikh
Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, Wk:Syaikh Abdur Razzaq Afifi).
Soal:
Apabila seorangg muslim menjadi pegawai yang mendapat
gaji bulanan tertentu, tetapi ia tidak mempunyai penghasilan lain. Kemudian
dalam keperluan nafkahnya untuk beberapa bulan, kadang menghabiskan gaji
bulanannya. Sedang pada beberapa bulan lainnya kadang masih terdapat sisa yang
tersimpan untuk keperluan mendadak (tak terduga). Bagaimana orang ini
membayarkan zakatnya?
Jawab:
Seorang muslim yang dapat terkumpul padanya sejumlah uang
dari gaji bulanannya atau dari sumber lain, bisa berzakat selama sudah memenuhi
haul, dan bila uang yang terkumpul padanya mencapai nishab. Baik (jumlah nishab
tersebut berasal) dari gaji itu sendiri ataupun ketika digabungkan dengan uang
lain atau dengan barang dagangan miliknya yang wajib dizakati.
Tetapi apabila ia mengeluarkan zakatnya sebelum uang yang
terkumpul padanya memenuhi haul, dengan membayarkan zakat dimuka maka hal itu
merupakan hal yang baik saja, Insya Allah.
(Fatwa no. 2192, Lajnah Da’imah Li Al Buhuts Al Ilmiyah wal Al Ifta’
<Lembaga Ulama Untuk Kajian Ilmiah dan Fatwa, Ketua: Syaikh Abdul Aziz bin
Abdillah bin Baz, Wk:Syaikh Abdur Razzaq Afifi).
Soal:
Bagaimana seorang muslim menzakati harta yang diperoleh
dari gaji, upah, hasil keuntungan dan harta pemberian?, Apakah harta-harta itu
digabungkan dengan harta-harta lain milikya? Lalu ia mengeluarkan zakat pada
masing-masing harta tersebut mencapai haul? Ataukah ia mengeluarkan zakatnya
pada saat ia memperoleh harta itu jika telah mencapai nishab, baik dari nishab
harta itu sendiri, atau jika digabung dengan harta lain miliknya, tanpa
menggunakan syarat haul?
Jawab:
Dalam hal ini, di kalangan ulama terjadi dua pendapat.
Menurut kami, yang rajih (kuat) ialah setiap kali ia memperoleh tambahan harta,
maka tambahan harta tersebut itu digabungkan pada nishab yang sudah ada
padanya. (Maksudnya tidak setiap harta tambahan dihitung berdasarkan haulnya
masing-masing).
Apabila sudah mencapai haul dalam nishab tersebut, ia
harus mengeluarkan zakat.
Tidak disyaratkan masing-masing harta tambahan yang
digabungkan dengan harta pokok itu harus memenuhi haulnya sendiri-sendiri.
Pendapat yang seperti ini mengandung kesulitan yang amat besar. Padahal diantara
kaidah yang ada dalam Islam ialah: Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan
untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (QS Al Hajj:78).
Sebab, seseorang itu jika memiliki banyak harta atau
pedagang akan mencatat tambahan nishab setiap harinya, misalnya hari ini datang
kepadanya jumlah uang sekian. Dan itu dilakukan sambil menunggu hingga berputar
satu tahun…dst. Tentu hal itu akan sangat menyulitkan.
(Fatwa Syaikh Al
Albani diterjemahkan secara bebas dari majalah Al Ashalah no. 5/15 Dzulhijjah). Wallahu’alam. Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh Achmad Nurmin Sandjaya a_pro@plasa.com
DAFTAR YANG DIBERI ZAKAT TIAP
MENDAPAT REZEKI -. ZAKAT 20% - AL ANFAAL AYAT 41 CATATAN NOMER
NOMER ACCOUNT YANG DAPAT MENYALURKAN
ZAKAT
|
||||||||||||||||
1. |
Yayasan Rahma |
Ibu Endang SM Pamuntjak (Pipi) |
Jl. Tebet Barat Dalam I No. 12, Jakarta Selatan 12810 |
Tel: 830-8089 Fax: 829-5484 |
Mandiri KC Iskandarsyah 126-009-7156-177 a/n Ny. Taty D. Juzar / Rahma |
|||||||||||
|
||||||||||||||||
2. |
Yayasan Kesuma |
Ny. Silvya Auliya Martam |
Jl. Nangka I No.8, RT 2/ RW 5., Cipete Utara, Jakarta
12150 |
Tel: 722-2860 Fax: 723-5726 |
Mandiri Grand Wijaya 126-02-009-1035-708 a/n Ny. Neneng Hidayat / Sekretaris |
|||||||||||
|
||||||||||||||||
3. |
Yayasan Khazanah Kebajikan |
H. Najamudin Kholilah – Sekretaris |
Perumahan Bukit Cirendeu Blok C-6/No.7, Ciputat,
Tanggerang 15419 |
743-1503 (rumah pak Najam) 7470-1579 (Yayasan) |
Bank Muamallat-Cabang
Sudirman 30-40-18-40-20 a/n Yayasan Khazanah Kebajikan |
|||||||||||
|
||||||||||||||||
4. |
Rahmania Foundation |
A. Rahman Abbas - Ketua Banta Bransyah – Wakil
Bendahara |
Jl. Mesjid I. No. 3, Pejompongan, Jakarta 10210 |
574-6234 – 574-6320 573-4924 (Fax) |
Bank BNI Ratu Plaza 063-007-182-405-001 LIPPO Bank 747-30-03715-9 |
|||||||||||
|
||||||||||||||||
4. |
Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) |
Ady Supratikto - Ketua |
|
|
BCA – Cabang Rasuna Said |
|||||||||||
5. |
Yayasan
Portalinfaq |
Bank
Syariah Mandiri Cabang Warung Buncit |
003 –
003 – 5790 |
Untuk
transparansi dan memudahkan pencatatan serta penyaluran, setelah transfer
mohon kirim konfirmasi ke Kosi (bisa via email atau sms 0812-8510-372, YM :
anak_ngw) dengan menyebutkan untuk Pak
Andi / Zahra, jumlah bantuan serta ke bank mana. |
||||||||||||
Bank
Mandiri Cabang Kuningan |
124-000-107-9798 |
|||||||||||||||
BCA
cabang Arteri Pondok Indah |
291-300-5244 |
|||||||||||||||
|
||||||||||||||||
6. |
Yayasan?? |
Wido Supraha (teman MILIS) |
|
|
BCA KCP
Gatot Subroto 145-115-7618 a/n :
WIDO SUPRAHA Bank
Mandiri Cabang KK Depok I No. :
129-00-0496908-1 a/n RINI
KUSMAYANI BSM
Cabang Buncit 0030057185 a/n :
WIDO SUPRAHA |
|||||||||||
Setelah
trnsfr tolong konfirmasi ke akhuna WIDO SUPRAHA HP : 0815-8912522 or e-mail :
supraha@indo.net.id. |
||||||||||||||||
Allah
berfirman: “Sekali-kali janganlah
orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari
karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya
kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan
dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala
warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Ali ‘Imran 3: 180).
Allah
juga berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar
dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta
orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan
Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya
pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan
mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka
jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu
dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu
sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS.
At Taubah 9: 34-35).
***
Dari
Abu Hurairah ra. diriwayatkan bahwa ia berkata: “Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa yag diberikan oleh Allah harta, lalu tidak
menunaikan zakatnya, maka hartanya itu akan dijadikan ular botak* yang
memiliki dua warna keabuan**, lalu membelitnya*** di
hari kiamat nanti, menyeretnya dengan kedua sudut mulutnya****
sambil berkata: “Aku harta yang engkau simpan. Kemudian Abu Hurairah membaca
ayat berikut: “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang
Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya…. dst.” (Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari).
Ket:
* Yakni
ular jantan botak, karena kulit kepalanya mengelupas akibat terlalu banyak
racunnya
** Yakni warna keabuan yang ada di kedua sudut
mulutnya. Ada yang berpendapat, bahwa artinya adalah dua daging yang menyerupai
tanduk
*** Yakni bahwa ular itu menjadi kalungnya pada
hari itu
**** Yakni dua bilah tulang yang menonjol di bawah
dua telinga
*** Dari Abu Hurairah ra. diriwayatkan bahwa ia
berkata: “Rasulullah saw bersabda: “Setiap
pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan haknya, di hari kiamat nanti pasti
dibentangkan untuknya lempengan dari api, lalu diseterikakan ke pipinya,
keningnya dan punggungnya. Setiap kali mendingin, diulangi lagi, yakni pada
hari yang ukurannya lima puluh ribu tahun, hingga akan diputuskan hukuman bagi
umat manusia. Lalu diperlihatkan jalannya apakah ke Jannah atau ke Naar.” Ada
yang bertanya: “Bagaimana pemilik unta wahai Rasulullah?” Beliau menjawab
“Demikian juga dengan pemilik unta, bila tidak menunaikan haknya, dan di antara
hak unta itu adalah untuk diperah susunya ketika ia sudah minum, pasti pada
hari kiamat nanti akan dibentangkan kepadanya tanah datar sehingga ia tidak
kehilangan satu anakpun; semuanya akan menginjak-injaknya dengan kaki-kaki
mereka dan menggigitnya dengan mulut-mulut mereka. Setiap kali serombongan
anak-anaknya lewat, segera kembali yang lainnya*; yakni pada hari yang
ukurannya lima puluh ribu tahun, hingga selesai diputuskan hukuman para hamba,
lalu terlihatlah ke mana ia akan berjalan, ke Jannah atau ke Naar.” Ada yang
bertanya: “Wahai Rasulullah! Bagaimana dengan pemilik sapi dan kambing?” Beliau
menjawab: “Demikian juga pemilik sapi dan kambing, bila tidak menunaikan
haknya, pasti pada hari kiamat nanti akan dibentangkan kepadanya tanah datar
sehingga ia tidak kehilangan satu anakpun; tidak ada yang bengkok tanduknya,
tidak ada yang tidak bertanduk dan tidak ada yang retak tanduk bagian dalamnya.
Semuanya menanduknya dengan tanduk-tanduknya dan menginjaknya dengan
kaki-kakinya. Setiap kali rombongan anak-anaknya lewat, segera kembali yang
lainnya; yakni pada hari yang ukurannya lima puluh ribu tahun, hingga akan
diputuskan hukuman para hamba, lalu terlihatlah ke mana ia akan berjalan, ke
Jannah atau ke Naar.”
(Diriwayatkan oleh Muslim dalam
Shahih-nya 680).
Ket:
* Al-Qadhi Iyyadh menyatakan: Para ulama menyatakan bahwa terjadi kesalahan
redaksional dalam penulisan hadits itu. Yang benar adalah yang diriwayatkan
dalam hadits lain: “Setiap kali berlalu yang terakhir, kembali kepada yang awal
lagi.”
***
Juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdulullah ra.
diriwayatkan ia berkata: “Rasulullah saw bersabda: “Dan juga pemilik harta yang tidak menunaikan hak harta itu pasti hartanya
itu datang di hari kiamat berupa ular botak yang mengikutinya dengan mulut
ternganga. Bila sudah dekat, ia akan lari, namun ular itu memanggilnya berkata:
“Ambillah harta simpanan yang engkau sembunyikan. Aku tidak membutuhkannya.”
Bila sudah menyadari bahwa ia tak mungkin berlari lagi, ia memasukkan tangannya
ke mulut ular itu segera ular itu melahapnya seperti unta lapar.”
(Lihat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar IV: XII dan Muslim 684).
***
Dikutip dari:
Judul Asli: “Ahwaalul Qiyaamah”, Abdul Malik Ali Al-Kulaib, Maktabah
Al-Ma`arif, Ar-Riyaadh.
Edisi Indonesia, “Huru-Hara di Hari Kiamat”, diterjemahkan oleh Abu Fuzhail,
Penerbit At-Tibyan - Solo, Oktober 2001.
Tanya
Bagaimana perbedaan zakat maal, infak, sodaqoh, zakat profesi, zakat emas,
zakat penghasilan, tabungan. Kapan masing-masing dilakukan? Bagaimana dengan
harta kita yang berbentuk hewan ternak dan tabungan? Apakah uang yang kita tabung
itu harus juga dikeluarkan sodaqoh, infaq, atau zakatnya?
Jawaban:
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin,
Washshalatu Wassalamu ‘Ala sayyidil Mursalin Wa ‘alaa ‘Aalihi Wa Ashabihi
ajma’ien. Wa Ba’du:
Zakat
dan shadaqah sebenarnya dua istilah yang sering saling mengisi. Karena zakat
itu sering disebut juga dengan shadaqah dan sebaliknya kata shadaqah sering
bermakna zakat. Termasuk juga istilah infaq. Jadi istilah zakat, infaq dan
shadaqah memang istilah yang berbeda penyebutan, namun pada hakikatnya memiliki
makna yang kurang lebih sama. Terutama yang paling sering terjadi adalah antara
istilah zakat dengan shadaqah.
1. Makna Zakat
Secara bahasa, zakat
itu bermakna: [1] bertambah, [2] suci, [3] tumbuh [4] barakah. (lihat kamus
Al-Mu`jam al-Wasith jilid 1 hal. 398). Makna yang kurang lebih sama juga kita
dapati bila membuka kamus Lisanul Arab.
Sedangkan
secara syara`, zakat itu bermakna bagian tertentu dari harta yang dimiliki yang
telah Allah wajibkan unutk diberikan kepada mustahiqqin (orang-orang yang
berhak menerima zakat). Lihat Fiqhuz Zakah karya Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradawi
jilid 1 halaman 38.
Kata
zakat di dalam Al-Quran disebutkan 32 kali. 30 kali dengan makna zakat dan dua
kali dengan konteks dan makna yang bukan zakat. 8 dari 30 ayat itu turun di
masa Mekkah dan sisanya yang 22 turun di masa Madinah. (lihat kitab Al-Mu`jam
Al-Mufahras karya Ust. Muhammad fuad Abdul Baqi).
Sedangkan
An-Nawawi pengarang kitab Al-Hawi mengatakan bahwa istilah zakat adalah istilah
yang telah dikenal secara `urf oleh bangsa Arab jauh sebelum masa Islam datang.
Bahkan sering disebut-sebut dalam syi`ir-syi`ir Arab Jahili sebelumnya.
Hal
yang sama dikemukakan oleh Daud Az-Zhahiri yang mengatakan bahwa kata zakat itu
tidak punya sumber makna secara bahasa. Kata zakat itu merupakan `urf dari
syariat Islam.
2. Makna Shadaqah
Kata
shadaqah makna asalnya adalah tahqiqu syai`in bisyai`i, atau menetapkan /
menerapkan sesuatu pada sesuatu. Dan juga berasal dari makna membenarkan
sesuatu.
Meski
lafaznya berbeda, namun dari segi makna syar`i hampir-hampir tidak ada
perbedaan makna shadaqah dengan zakat. Bahkan Al-quran sering menggunakan kata
shadaqah dalam pengertian zakat.
Allah SWT berfirman: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka.
Sesungguhnya do’a kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah:103).
“Dan
di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang zakat; jika mereka diberi
sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi
sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah.”
(QS.At-Taubah: 58).
“Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 60).
Rasulullah SAW dalam hadits pun sering menyebut shadaqah dengan makna zakat.
Misalnya hadits berikut: Harta yang kurang dari lima wasaq tidak ada kewajiban
untuk membayar shadaqah (zakat). (HR. Bukhari Muslim).
Begitu
juga dalam hadits yang menceritakan pengiriman Muaz bin Jabal ke Yaman,
Rasulullah SAW memberi perintah,”beritahu mereka bahwa Allah mewajibkan mereka
mengeluarkan shadaqah (zakat) dari sebagian harta mereka”.
Sehingga Al-Mawardi mengatakan bahwa shadaqah itu adalah zakat dan zakat itu
adalah shadaqah. Namanya berbeda tapi maknanya satu. (lihat Al-ahkam
as-Sulthaniyah bab 11).
Bahkan
orang yang menjadi Amil zakat itu sering disebut dengan Mushaddiq, karena dia
bertugas mengumpulkan shadaqah (zakat) dan membagi-bagikannya.
Kata
shadaqah disebutkan dalam Al-Quran sebanyak 12 kali yang kesemuanya turun di
masa Madinah.
3. Beda Zakat dengan Shadaqah
Hal yang membedakan
makna shadaqah dengan zakat hanyalah masalah `urf, atau kebiasaan yang berkembang
di tengah masyarakat. Sebenarnya ini adalah semacam penyimpangan makna. Dan
jadilah pada hari ini kita menyebut kata shadaqah untuk yang bersifat shadaqah
sunnah / tathawwu`. Sedangkan kata zakat untuk yang bersifat wajib. Padahal
ketika Al-Quran turun, kedua kata itu bermakna sama.
Hal
yang sama juga terjadi pada kata infaq yang juga sering disebutkan dalam
Al-Quran, dimana secara kata infaq ini bermakna lebih luas lagi. Karena
termasuk di dalamnya adalah memberi nafkah kepada istri, anak yatim atau
bentuk-bentuk pemberian yang lain. Dan secara `urf, infaq pun sering
dikonotasikan dengan sumbangan sunnah.
4. Zakat Mal, Zakat Profesi, Zakat Emas
dan Zakat Tabungan
Mal artinya adalah harta benda, sehinga kalau kita sebut zakat mal, maka
konotasinya adalah semua jenis harta yang kita miliki. Sehingga ada yang
mengatakan bahwa istilah zakat mal adalah istilah yang digunakan untuk
membedakan zakat fitrah dengan zakat-zakat lainnya. Jadi zakat profesi, emas,
tabungan dan lainnya bisa dimasukkan ke dalam kelompok zakat mal.
a. Zakat Profesi
Yang dikeluarkan
zakatnya adalah semua pemasukan dari hasil kerja dan usaha. Bentuknya bisa
berbentuk gaji, upah, honor, insentif, mukafaah, persen dan sebagainya. Baik
sifatnya tetap dan rutin atau bersifat temporal atau sesekali.
Namun
menurut pendapat yang lebih kuat, yang dikeluarkan adalah pemasukan yang telah
dikurangi dengan kebutuhan pokok seseorang. Besarnya bisa berbeda-beda antara
satu dan lainnya.
Pendapat
yang lain mengatakan bahwa zakat itu diambil dari jumlah pemasukan kotor
sebelum dikurangi dengan kebutuhan pokoknya.
Kedua
pendapat ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Buat mereka yang pemasukannya
kecil dan sumber penghidupannya hanya tergantung dari situ, sedangkan
tanggungannya lumayan besar, maka pendapat pertama lebih sesuai untuknya.
Pendapat kedua lebih sesuai bagi mereka yang memiliki banyak sumber penghasilan
dan rata-rata tingkat pendapatannya besar sedangkan tanggungan pokoknya tidak
terlalu besar.
Nishab
zakat profesi mengacu pada zakat pertanian yaitu seharga dengan 520 kg beras.
Yaitu sekitar Rp. 1.300.000,-.
Nishab
ini adalah jumlah pemasukan dalam satu tahun. Artinya bila penghasilan
seseorang dikumpulkan dalam satu tahun bersih setelah dipotong dengan kebutuhan
pokok dan jumlahnya mencapai Rp. 1.300.000,- maka dia sudah wajib mengeluarkan
zakat profesinya. Ini bila mengacu pada pendapat pertama. Dan bila mengacu
kepada pendapat kedua, maka penghasilannya itu dihitung secara kotor tanpa
dikurangi dengan kebutuhan pokoknya. Bila jumlahnya dalam setahun mencapai Rp.
1.300.000,-, maka wajiblah mengeluarkan zakat.
Zakat profesi dibayarkan saat menerima pemasukan karena diqiyaskan kepada zakat
pertanian yaitu pada saat panen atau saat menerima hasil.
Nishab zakat profesi adalah 2,5 % dari hasil kerja atau usaha. Besarnya
diqiyaskan dengan zakat perdagangan.
b. Zakat Emas
Emas
dan perak yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah yang berbentuk simpanan.
Sedangkan bila berbentuk perhiasan yang sering dipakai atau dikenakan, maka
tidak termasuk yang wajib dikeluarkan zakatnya.
Karena
umumnya harga emas stabil dibandingkan dengan mata uang, banyak orang yang
menyimpan hartanya dalam bentuk emas. Apabila emas ini dijadikan bentuk
simpanan, maka wajib dikeluarkan zakatnya bila telah mencapai nishab dan haul.
Bila
seseorang memiliki simpanan emas seberat 85 gram atau lebih, maka jumlah itu
telah mencapai batas minimal untuk terkena kewajiban membayar zakat emas. Yang
menjadi ukuran adalah beratnya, sedangkan bentuknya meskipun mempengaruhi
harga, dalam masalah zakat tidak termasuk yang dihitung.
Sedangkan nishab perak adalah 595 gram. Jadi bila simpanannya berbentuk perak
dan beratnya mencapai jumlah itu atau lebih, maka telah wajib dikeluarkan
zakatnya. Bagaimana bila emas 85 gram itu terpisah-pisah ? Sebagian sering
digunakan dan sebagian lain disimpan ? Bila jumlah yang selalu menjadi simpanan
ini tidak mencapai nisabnya, maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Karena yang
wajib hanyalah yang benar-benar menjadi simpanan. Sedangkan yang dipakai
sehari-hari tidak terkena kewajiban zakat. Meskipun bila digabungkan mencapai
85 gram.
Simpanan berbentuk emas bila telah dimiliki selama masa satu tahun qamariyah,
barulah wajib dikeluarkan zakatnya. Yang menjadi ukuran adalah awal dan akhir
masa satu tahun itu.
Sedangkan bila ditengah-tengah masa itu emas itu bertambah atau berkurang dari
jumlah tersebut, tidak termasuk yang diperhitungkan.
Sebagai contoh, pada tanggal 1 Sya`ban 1422 Ahmad memiliki emas seberat 100
gram. Maka pada 1 Sya`ban 1423 atau setahun kemudian, Ahmad wajib mengeluarkan
zakat simpanan emasnya itu. Meskipun pada bulan Ramadhan, emas itu pernah
berkurang jumlahnya menjadi 25 gram, namun sebulan sebelum datangnya bulan
Sya`ban 1423, Ahmad membeli lagi dan kini jumlahnya mencapai 200 gram.
Besarnya zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5 % dari berat emas yang
terakhir dimiliki. Jadi bila pada 1 Sya`ban 1423 itu emas Ahmad bertambah
menjadi 200 gram, zakat yang harus dikeluarkan adalah 200 x 2,5 % = 5 gram.
c. Zakat Uang Tabungan
Zakat
tabungan adalah zakat harta yang disimpan baik dalam bentuk tunai, rekening di
Bank, atau bentuk yang lain. Harta ini tidak digunakan untuk mendapatkan
penghasilan, tetapi sekedar untuk simpanan. Bila nilainya bertambah lantaran
bunga di Bank, maka bunganya itu bukan hak miliknya, sehingga bunga itu tidak
termasuk yang wajib dikeluarkan zakatnya. Bunga itu sendiri harus dikembalikan
kepada kepentingan masyarakat banyak.
Sedangkan
bila simpanan itu berbentuk rumah, kendaraan atau benda lain yang disewakan
atau menghasilkan pemasukan, maka masuk dalam zakat investasi. Dan bila uang
itu dipnjamkan ke pihak lain sebagai saham dan dijadikan modal usaha, maka
masuk dalam zakat perdagangan.
Sedangkan
bila uang itu dipinjamkan kepada orang lain tanpa bunga (piutang) dan juga
bukan bagi hasil, maka tetap wajib dikeluarkan zakatnya meski secara real tidak
berada di tangan pemiliknya. Kecuali bila uang tersebut tidak jelas
kedudukannya, apakah masih mungkin dikembalikan atau tidak, maka uang itu tidak
perlu dikeluarkan zakatnya. Karena kepemilikannya secara real tidak jelas lagi.
Meski secara status masih miliknya. Tapi kenyataannya pinjaman itu macet dan
tidak jelas apakah akan kembali atau tidak.
Batas nishab zakat tabungan adalah seharga emas 85 gram. Jadi bila harga emas
sekarang ini Rp. 90.000,-, maka nisab zakat tabungan adalah Rp. 7.650.000,-.
Bila tabungan kita telah mencapai jumlah tersebut, maka sudah wajib untuk
dikeluarkan zakatnya.
Untuk
membayar zakat tabungan, diperlukan masa kepemilikan selama setahun hijriyah terhitung
sejak memiliki jumlah lebih dari nishab.
Besarnya
zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5 % dari saldo terakhir. Dan bila uang
itu berupa rekening di bank konvensional, maka saldo itu harus dikurangi dulu
dengan bunga yang diberikan oleh pihak bank. Karena bunga itu bukan hak pemilik
rekening, sehingga pemilik rekening tidak perlu mengeluarkan zakat bunga.
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab, Wassalamu `Alaikum
Warahmatullahi Wa Barakatuh. Sumber: syariahonline
Sepengetahuan
saya untuk nishob zakat emas adalah jika memiliki 96 gram, jadi bukan 85 gram,
mungkin pendapat lain yang belum pernah saya temukan kali ya????. kalau gitu
ini untuk tambahan aja, boleh kan??? jangan bosen ya mbak.....
Sebenarnya
sandaran hukum dari nishob ini diambil dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu
daud, dari Ali Rodhiyaallah, bahwa Rosulullah bersabda:” jika kamu memiliki 200
dirham, dan sudah mencapai satu tahun, maka ada hak darinya 5 dirham, dan tidak
wajib bagi kamu sedikitpun dari EMAS kecuali kamu sudah memiliki 20 DINAR, maka
jika kamu sudah memilikinya, dan sudah mencapai nishob, maka wajib dikeluarkan
SETENGAH DINAR.......”.
DINAR
sama dengan MITSQOL.
Sedangkan
ada dua macam mitsqol yang ma’ruf dikalangan fuqoha’:
1. mitsqol ‘ajamie ;
adalah yang menyamakan 20 mitsqol sama dengan 96 gram.
2. mitsqol ‘iroqie:
adalah menyamakan 1 mitsqol sama dengan 5 gram, maka 20 mitsqol sama dengan 100
gram.
dan
untuk kehati-hatian dalam memenuhi perintah zakat, disandarkan yang paling
sedikit yaitu 96 gram.
referensi
yang sementara ini adalah: Roudhoh attholibin li imam an nawawi, fiqh al
minhaji madzhab imam assyafi’i, madzahib al arba’ah.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Di-dalam beragama syariat harus ditegakkan dengan hujjah yaitu berlandaskan
dalil shahih, kaidah (cara) Islam dalam mengambil dalil yaitu:
- Al-Qur’an
- As-Sunnah
- Ijma para sahabat
- Qiyas
Al-Qur’an adalah Kitabullah, landasan hukum paling
tertinggi dan harus ditafsirkan dengan As-Sunnah (hadits Shahih, Hasan). Tidak
boleh menggunakan Hadits yang sudah ditetapkan derajatnya Dhaif apalagi palsu
dan tidak ada asal-usulnya oleh para ulama ahli Hadits. Al-Qur’an dan Hadits
shahih selamanya tidak akan bertentangan. Kita tidak boleh menggunakan ayat
Al-Qur’an saja (secara mutlak untuk ayat yang bersifat umum) tanpa ada
penjelasan, Sunnah-lah yang menjelaskan, misalnya perintah Shalat dalam
Al-Qur’an, dengan As-Sunnah kita tahu bagaimana cara mengerjakan Shalat sesuai
contoh dari Rasulullah, Subuh 2 rakaat, Maghrib 3 rakaat, dst.
Contoh lainnya,
(14:4)
Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan
bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.
Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada
siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha
Bijaksana. (QS Ibrahim:4).
Ayat di atas telah di salah tafsirkan oleh seorang dan pengikutnya (di Jawa Timur), mereka
shalat dengan menggunakan bahasa Indonesia, padahal ayat tersebut menerangkan
bahwa dalam menyampaikan dakwah boleh mengggunakan bahasa kaummnya yang mudah
dipahami, bukan shalat menggunakan bahasa kita masing-masing karena Rasulullah
bersabda “Shallu kama ra aitumuu nii u shalii” (“Shalatlah kamu sekalian
sebagaimana kalian melihat aku shalat”) – (HR. Bukhari , Muslim dan Ahmad).
Selanjutnya
kaidah kita dalam mengambil/menggunakan dalil adalah dengan Ijma para sahabat,
generasi/umat terbaik dari Islam. Selanjutnya dengan Qiyas, Qiyas akan batal
selama sudah ada nash jelas.
Persoalan
dengan zakat harta termasuk dengan adanya zakat profesi, berikut sedikitnya
saya nukilkan tulisan berikut,
Allah
mengancam keras terhadap orang yang meninggalkan zakat dengan firman-Nya:
(3:180)
Sekali-kali
janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka
dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya
kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan
dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala
warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (QS Ali Imran:180)
Syarat wajib mengeluarkan zakat:
1.
Islam
2.
Merdeka
3.
Berakal dan Baligh
4.
Memiliki Nishab
Untuk urutan 1-3, Insya Allah kita sudah mengetahuinya. Untuk
no. 4, Makna Nishab disini ialah ukuran atau batas terendah yang telah
ditetapkan oleh syar’i (agama) untuk menjadi pedoman menentukan kewajiban
mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai pada ukuran
tersebut (1).
(2:219)
Mereka bertanya
kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat
dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar
dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir, (QS
Al-Baqarah:219)
Makna al afwu adalah harta
yang telah melebihi kebutuhan, oleh karena itu, Islam menetapkan Nishab sebagai ukuran
kekayaan seseorang (2).
3).
Lihat Syarh Al
Mumti ‘Ala Zzaad Al Mustaqni, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
6/20.
4).
Lihat Al Zakat Wa
Tanmiyat Al Mujtama, karya Al Sayyid Ahmad Al Makhzanji, hal 119.
Adapun syarat Nishab:
3.
Harta tsb. diluar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seseorang, seperti
makanan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, alat yang dipergunakan untuk mata
pencarian, jadi harta kita dikeluarkan zakatnya bila sudah dipotong biaya
kebutuhan hidup/nafkah dan sama dengan atau melebihi nishabnya, kalau setelah
dikeluarkan untuk biaya hidup masih kurang nishabnya maka seseorang tidak wajib
berzakat. Dalilnya Al-Baqarah 219 seperti tertulis di atas dan dalil dari
Hadits berikut:
Dari
Ali bin Abi Thalib, Sesungguhnya Rasulullah
Ukuran
1 dinar setara dengan 4,25 gr emas. Jadi 20 dinar setara dengan 85 gr emas
murni. Misalnya seseorang memiliki harta yang disimpan setara dengan 85 gr emas
atau lebih, maka wajib zakat jika telah sampai haulnya sebesar 2,5% dari jumlah
harta tersebut.
Demikian
dengan ketentuan Nishab dari Zakat lainnya (Zakat Ternak, Pertanian, dsb),
dikeluarkan dengan ketentuan syariat dari hadits shahih lainnya.
4.
Harta yang akan dizakati telah berjalan selama satu tahun (haul) terhitung
dari kepemilikan nishab, dengan dalil hadits:
Rasulullah bersabda
Cara menghitung Nishab terjadi perbedaan pendapat. Yaitu
masalah, apakah yang dilihat nishab selama 1 tahun atau yang dilihat pada awal
dan akhir tahun saja ?,
Imam Nawawi berkata, “Menurut mazdhab kami (Syafi’i),
mazdhab Malik, Ahmad, dan Jumhur adalah disyaratkan pada harta yang wajib dikeluarkan zakatnya
berpedoman pada hitungan haul (selama satu tahun), sehingga kalau nishab
tersebut berkurang pada satu ketika dari haul, maka terputusnya hitungan haul.
Dan kalau sempurna lagi setelah itu, maka dimulai perhitungan lagi ketika
sempurna nishab tersebut. Inilah pendapat yang lebih rajih. (Dinukil dari Fiqih
Sunnah karya Sayyid Sabiq 1/468).
Maraknya pemikiran adanya zakat profesi yang kini
berkembang, kiranya menjadi persoalan dan tanda tanya besar bagi kalangan
sebagian para pekerja profesional. Di berbagai institusi , zakat profesi ini
sudah diberlakukan. Berikut saya
tuliskan sebagian fatwa:
Soal:
Berkaitan dengan pertanyaan tentang zakat gaji pegawai. Apakah zakat itu
wajib ketika gaji itu diterima atau ketika sudah berlangsung haul (satu tahun)
?
Jawab:
Bukanlah hal yang meragukan, bahwa diantar jenis harta yang wajib dizakati
ialah dua mata uang (emas dan perak). Dan diantara syarat wajibnya zakat pada
jenis-jenis harta semacam itu ialah bila sudah sempurna mencapai haul. Atas
dasar ini, uang yang diperoleh dari gaji pegawai yang mencapai nishab, baik
jumlah gaji itu sendiri ataupun dari hasil gabungan uangnya yang lain,
sementara sudah mencapai haul, maka wajib dizakatkan.
Zakat gaji ini tidak dapat diqiyaskan dengan zakat
hasil bumi. Sebab persyaratan haul tentang wajib zakat bagi dua mata uang
merupakan persyaratan yang jelas berdasarkan nash. Apabila sudah ada nash, maka
tidak ada qiyas. Berdasarkan itu, maka tidak wajib zakat bagi uang gaji pegawai
sebelum memenuhi haul.
(Fatwa no. 1360, Lajnah Da’imah Li Al Buhuts Al Ilmiyah
wal Al Ifta’ <Lembaga Ulama Untuk Kajian Ilmiah dan Fatwa>, Ketua: Syaikh
Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, Wk:Syaikh Abdur Razzaq Afifi).
Soal:
Apabila seorangg muslim menjadi pegawai yang mendapat gaji bulanan
tertentu, tetapi ia tidak mempunyai penghasilan lain. Kemudian dalam keperluan
nafkahnya untuk beberapa bulan, kadang menghabiskan gaji bulanannya. Sedang
pada beberapa bulan lainnya kadang masih terdapat sisa yang tersimpan untuk keperluan
mendadak (tak terduga). Bagaimana orang ini membayarkan zakatnya?
Jawab:
Seorang muslim yang dapat terkumpul padanya sejumlah uang dari gaji
bulanannya atau dari sumber lain, bisa berzakat selama sudah memenuhi haul, dan
bila uang yang terkumpul padanya mencapai nishab. Baik (jumlah nishab tersebut
berasal) dari gaji itu sendiri ataupun ketika digabungkan dengan uang lain atau
dengan barang dagangan miliknya yang wajib dizakati.
Tetapi apabila ia mengeluarkan zakatnya sebelum uang yang terkumpul padanya
memenuhi haul, dengan membayarkan zakat dimuka maka hal itu merupakan hal yang
baik saja, Insya Allah.
(Fatwa no. 2192, Lajnah Da’imah Li Al Buhuts Al Ilmiyah
wal Al Ifta’ <Lembaga Ulama Untuk Kajian Ilmiah dan Fatwa, Ketua: Syaikh
Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, Wk:Syaikh Abdur Razzaq Afifi).
Soal:
Bagaimana
seorang muslim menzakati harta yang diperoleh dari gaji, upah, hasil keuntungan
dan harta pemberian?, Apakah harta-harta itu digabungkan dengan harta-harta
lain milikya? Lalu ia mengeluarkan zakat pada masing-masing harta tersebut
mencapai haul? Ataukah ia mengeluarkan zakatnya pada saat ia memperoleh harta
itu jika telah mencapai nishab, baik dari nishab harta itu sendiri, atau jika
digabung dengan harta lain miliknya, tanpa menggunakan syarat haul?
Jawab:
Dalam
hal ini, di kalangan ulama terjadi dua pendapat. Menurut kami, yang rajih
(kuat) ialah setiap kali ia memperoleh tambahan harta, maka tambahan harta
tersebut itu digabungkan pada nishab yang sudah ada padanya. (Maksudnya tidak
setiap harta tambahan dihitung berdasarkan haulnya masing-masing).
Apabila sudah mencapai haul dalam nishab tersebut, ia
harus mengeluarkan zakat.
Tidak disyaratkan masing-masing harta tambahan yang
digabungkan dengan harta pokok itu harus memenuhi haulnya sendiri-sendiri.
Pendapat yang seperti ini mengandung kesulitan yang amat besar. Padahal
diantara kaidah yang ada dalam Islam ialah: Dia (Allah) sekali-kali tidak
menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (QS Al Hajj:78).
Sebab, seseorang itu jika memiliki banyak harta atau
pedagang akan mencatat tambahan nishab setiap harinya, misalnya hari ini datang
kepadanya jumlah uang sekian . Dan itu dilakukan sambil menunggu hingga
berputar satu tahun…dst. Tentu hal itu akan sangat menyulitkan.
(Fatwa Syaikh Al
Albani diterjemahkan secara bebas dari majalah Al Ashalah no. 5/15 Dzulhijjah). Wallahu’alam. Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh Achmad Nurmin Sandjaya a_pro@plasa.com
0 Response to "Dalam Islam Diwajibkan Bayar Zakat Fitrah"
Post a Comment