![]() |
Jejak Malikussaleh, Tokoh Aceh di Balik Berdirinya Samudera Pasai |
Malikussaleh
adalah tokoh penting dalam sejarah Aceh dan Nusantara, dikenal sebagai pendiri
sekaligus raja pertama Kerajaan Samudera Pasai, kerajaan Islam pertama di Aceh
dan di kawasan Asia Tenggara. Nama Malikussaleh sangat dihormati oleh orang
Aceh karena perannya sebagai pelopor peradaban Islam di wilayah tersebut. Ia
membawa nilai-nilai keadilan, kepemimpinan yang dinamis, dan komitmen terhadap
syariat Islam, yang kemudian menjadi fondasi utama bagi perkembangan masyarakat
Aceh selanjutnya.
Kerajaan
Samudera Pasai di bawah kepemimpinan Malikussaleh berkembang menjadi pusat
perdagangan dan penyebaran agama Islam yang disegani, tidak hanya di Nusantara,
tetapi juga di Asia Tenggara. Pengaruhnya dalam penyebaran Islam sangat besar,
sehingga Aceh dikenal sebagai "Serambi Mekkah". Malikussaleh juga
dikenal sebagai sosok yang saleh, pemurah, rendah hati, dan peduli terhadap
rakyat kecil, sebagaimana digambarkan oleh Ibnu Battutah dalam catatan
perjalanannya.
Warisan Malikussaleh
tidak hanya dalam bentuk kerajaan, tetapi juga dalam nilai-nilai kepemimpinan
dan semangat membangun peradaban yang terus dihidupkan oleh masyarakat Aceh
hingga kini. Salah satu wujud penghormatan kepada beliau adalah berdirinya Universitas
Malikussaleh (UNIMAL) di Aceh Utara. Universitas ini mengambil nama besar
Malikussaleh sebagai simbol estafet kepemimpinan, kepeloporan, dan patriotisme
dalam membangun sumber daya manusia Aceh yang berkualitas.
Secara singkat,
"Malikussaleh indatunya orang Aceh" berarti Malikussaleh adalah figur
sentral, panutan, dan kebanggaan masyarakat Aceh—baik sebagai raja, ulama,
maupun pelopor peradaban Islam yang jejaknya masih terasa hingga kini dalam
identitas dan semangat masyarakat Aceh.
Hubungan antara
Kesultanan Malikussaleh (Samudera Pasai) dan Kerajaan Aceh Darussalam sangat
erat, baik secara genealogis maupun politik. Kerajaan Aceh Darussalam didirikan
oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496. Ia merupakan keturunan dari
Sultan Malikussaleh, pendiri Kesultanan Samudera Pasai. Dengan demikian, secara
garis keturunan, para sultan Aceh Darussalam masih memiliki darah Samudera
Pasai, memperkuat legitimasi kekuasaan dan kesinambungan tradisi Islam di Aceh.
Setelah Samudera Pasai
mengalami kemunduran akibat serangan Portugis pada awal abad ke-16, terjadi
peristiwa penting: putri Sultan Malikussaleh menikah dengan Sultan Aceh ke-13,
Sultan Alaidin Riayatsyah Al-Qahar. Pernikahan ini menjadi momen penyatuan resmi
antara Kesultanan Samudera Pasai dan Kerajaan Aceh Darussalam, sehingga warisan
politik, agama, dan budaya Samudera Pasai diteruskan dalam pemerintahan Aceh
Darussalam. Samudera Pasai sebelumnya telah menjadi pusat perdagangan dan
pengembangan Islam yang disegani di Nusantara. Setelah penyatuan, Aceh
Darussalam melanjutkan peran ini, bahkan memperluas pengaruhnya menjadi
kekuatan maritim dan militer terbesar di kawasan, serta pusat dakwah Islam yang
penting di Asia Tenggara.
Penyatuan dua kerajaan
ini tidak hanya memperkuat posisi politik Aceh Darussalam, tetapi juga
mewariskan tradisi keislaman dan sistem pemerintahan yang sudah mapan dari era
Malikussaleh. Hal ini menjadikan Aceh Darussalam sebagai penerus sah kejayaan
dan peradaban Islam yang telah dibangun sejak masa Samudera Pasai. Kesultanan
Malikussaleh dan Kerajaan Aceh Darussalam memiliki hubungan erat melalui garis
keturunan, penyatuan politik lewat pernikahan, serta kesinambungan peran
sebagai pusat Islam dan perdagangan. Aceh Darussalam melanjutkan dan memperluas
warisan Samudera Pasai, menjadikannya kerajaan Islam terbesar dan paling
berpengaruh di Sumatera dan Asia Tenggara pada masanya.
0 Response to "Jejak Malikussaleh, Tokoh Aceh di Balik Berdirinya Samudera Pasai"
Post a Comment